Manajemen
Permodalan Bank Syari’ah
Bank adalah lembaga
kepercayaan. Sehubungan dengan persoalan kepercayaan masyarakat terhadap bank
tersebut, maka manajemen bank harus menggunakan semua perangkat operasionalnya untuk mampu menjaga
kepercayaan masyarakat itu. Salah satu perangkat yang sangat strategis dalam
menopang kepercayaan itu adalah permodalan yang cukup memadai. Modal merupakan
factor yang amat penting bagi perkembangan dan kemajuan bank sekaligus menjaga
kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu, modal juga harus dpaat digunakan untuk
menjaga kemungkinan terjadinya risiko kerugian atas investasi pada aktiva,
terutama yang berasal dari mana-mana pihak ketiga atau masyarakat.
A. Fungsi Modal Bank
Menurut
Johnson, modal bank mempunyai tiga fungsi. Lebih lanjut mereka menjelaskan
sebagai berikut:
1. Sebagai
penyangga untuk menyerap kerugian operasional dan kerugian lainya. Dalam fungsi
ini modal memberikan perlindungan terhadap kegagalan atau kerugian bank dan
perlindungan terhadap kepentingan para deposan.
2. Sebagai
dasar untuk menetapkan batas maksimum pemberian kredit. Hal ini adalah
merupakan pertimbangan operasional bagi bank sentral, sebagai regulator, untuk
membatasi jumlah pemberian kredit kepada setiap individu nasabah bank.
3. Modal
juga menjadi dasar perhitungan bagi para partisipan pasar untuk mengevaluasi
tingkat kemampuan bank secara relative untuk menghasilkan keuntungan.
B. Sumber-sumber Permodalan Bank
Antonio
menejelaskan sebagai berikut dalam pandangan syari’ah, modal pinjaman itu termasuk dalam kategori Qard, yaitu pinjaman harta yang dapat
diminta kembali. Dalam literature fiqih Salaf
Ash Shalih, Qard dikategorikan dalam Aqad
tathawwu’ atau akat saling membantu dan bukan transaksi komersial.
Sumber
utama modal bank syari’ah adalah modal inti (core capital) dan kuasi ekuitas.
1.
Modal inti adalah modal yang berasal
dari para pemilik bank, yang terdiri dari modal yang disetor oleh para pemegang
saham, cadangan dan laba ditahan. Modal inti inilah yang berfungsi sebagai
penyangga dan penyerap kegagalan atau kerugian bank dan melindungi kepentingan
para pemegang rekening titipan (wadiah)
atau pinjaman (qard), terutama atas
aktiva yang didanai oleh modal sendiri dan dana-dana wadi’ah atau qard.
2.
Kuasi ekuitas adalah dana-dana yang tercatat dalam
rekening-rekening bagi hasil (mudharabah).
Dana-dana rekening bagi hasil (mudharabah),
sebenarnya juga dapat dikategorikan sebagai modal, inilah yang biasanya disebut
dengan kuasi ekuitas. Namun demikian rekening ini hanya dapat menanggung risiko
atas aktiva yang dibiayai oleh dana dari rekening bagi hasil itu sendiri.
Selain itu, pemilik rekening bagi hasil dapat menolak untuk menanggung risiko
atas aktiva yang dibiayainya, apabila terbukti bahwa risiko tersebut timbul
akibat salah urus, kelalaian atau kecurigaan yang dilakukan oleh manjemen bank
selalu mudharib.
C. Kecukupan Modal Bank Syari’ah
Tingkat
kecukupan modal ini dapat diukur dengan cara:
1. Membandingkan
modal dengan dana-dana pihak ketig
2. Membandingkan
modal dengan aktiva berisiko
D. Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
Bank
syari’ah adalah lembaga keuangan yang cukup unik. Sebab dalam mekanisme produknya dapat dilakukan
dengan cara jual beli atau memberikan dana untuk investasi. Hal ini dapat
dijalani oleh bank selain bank syari’ah. Dengan demikian, beragamnya model
transaksi tersebut menunjukan peluang besarnya aktiva yang dapat
diproduktifkan. Sehubungan dengan kondisi aktiva produktif bank syari’ah dapat
dibedakan menjadi beberapa macam diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Piutang
penjualan (murabahah) dan sewa (ijarah)
2. Investasi
pada:
a) Musyarakah
b) Mudharabah
c) Salam
d) Istishna’
e) Persediaan
f)
Aktiva yang disewakan.
Kualitas piutang penjualan (murabahah)dan sewa (ijarah)didasarkan pada kemampuan membayar, kondisi keuangan dan
prospek usaha. Demikian juga kualitas investasi pada musyarakahdan mudharabah
dapat didasarkan atas tingkat kesesuaian antara realisasi bagi hasil dengan
proyeknya, kondisi keuangan dan prospek usaha. Dalam pembiayaan mudharabah, bank dapat menolak untuk
menanggung risiko, bila ternyata diakibatkan oleh kesengajaan, kelalaian atau
pelanggaran oleh nasabah sebagai mudharib.
Berdasarkan hal tersebut, maka factor jaminan dalam pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan untuk
menutup risiko tersebut.
Salam dan istishna’ adalah cara untuk memperoleh barang dengan membayar
dimuka sedangkan barangnya akan diterima kemudian hari, dan bukan aktiva
produktif. Oleh karena itu tidak dieprlukan perhitungan KAPnya. Sedangkan untuk
masalah pencadangannya diatur dalam standar akuntansi sebagaimana unsur aktiva
lain (seperti aktiva dalam proses). Demikian pula halnya dengan persediaan dan
aktiva yang disewakan.