Senin, 28 April 2014

MANAJEMEN PERBANKAN SYARI'AH

Manajemen Permodalan Bank Syari’ah

Bank adalah  lembaga kepercayaan. Sehubungan dengan persoalan kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut, maka manajemen bank harus menggunakan semua perangkat  operasionalnya untuk mampu menjaga kepercayaan masyarakat itu. Salah satu perangkat yang sangat strategis dalam menopang kepercayaan itu adalah permodalan yang cukup memadai. Modal merupakan factor yang amat penting bagi perkembangan dan kemajuan bank sekaligus menjaga kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu, modal juga harus dpaat digunakan untuk menjaga kemungkinan terjadinya risiko kerugian atas investasi pada aktiva, terutama yang berasal dari mana-mana pihak ketiga atau masyarakat.

A.   Fungsi Modal Bank
Menurut Johnson, modal bank mempunyai tiga fungsi. Lebih lanjut mereka menjelaskan sebagai berikut:
1.      Sebagai penyangga untuk menyerap kerugian operasional dan kerugian lainya. Dalam fungsi ini modal memberikan perlindungan terhadap kegagalan atau kerugian bank dan perlindungan terhadap kepentingan para deposan.
2.      Sebagai dasar untuk menetapkan batas maksimum pemberian kredit. Hal ini adalah merupakan pertimbangan operasional bagi bank sentral, sebagai regulator, untuk membatasi jumlah pemberian kredit kepada setiap individu nasabah bank.
3.      Modal juga menjadi dasar perhitungan bagi para partisipan pasar untuk mengevaluasi tingkat kemampuan bank secara relative untuk menghasilkan keuntungan.

B.    Sumber-sumber Permodalan Bank
Antonio menejelaskan sebagai berikut dalam pandangan syari’ah, modal pinjaman  itu termasuk dalam kategori Qard, yaitu pinjaman harta yang dapat diminta kembali. Dalam literature fiqih Salaf Ash Shalih, Qard dikategorikan dalam Aqad tathawwu’ atau akat saling membantu dan bukan transaksi komersial.
Sumber utama modal bank syari’ah adalah modal inti (core capital) dan kuasi ekuitas.
1.               Modal inti adalah modal yang berasal dari para pemilik bank, yang terdiri dari modal yang disetor oleh para pemegang saham, cadangan dan laba ditahan. Modal inti inilah yang berfungsi sebagai penyangga dan penyerap kegagalan atau kerugian bank dan melindungi kepentingan para pemegang rekening titipan (wadiah) atau pinjaman (qard), terutama atas aktiva yang didanai oleh modal sendiri dan dana-dana wadi’ah atau qard.
2.               Kuasi ekuitas adalah dana-dana yang tercatat dalam rekening-rekening bagi hasil (mudharabah). Dana-dana rekening bagi hasil (mudharabah), sebenarnya juga dapat dikategorikan sebagai modal, inilah yang biasanya disebut dengan kuasi ekuitas. Namun demikian rekening ini hanya dapat menanggung risiko atas aktiva yang dibiayai oleh dana dari rekening bagi hasil itu sendiri. Selain itu, pemilik rekening bagi hasil dapat menolak untuk menanggung risiko atas aktiva yang dibiayainya, apabila terbukti bahwa risiko tersebut timbul akibat salah urus, kelalaian atau kecurigaan yang dilakukan oleh manjemen bank selalu mudharib.

C.     Kecukupan Modal Bank Syari’ah
Tingkat kecukupan modal ini dapat diukur dengan cara:
1.      Membandingkan modal dengan dana-dana pihak ketig
2.      Membandingkan modal dengan aktiva berisiko

D.    Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
Bank syari’ah adalah lembaga keuangan yang cukup unik. Sebab dalam mekanisme produknya dapat dilakukan dengan cara jual beli atau memberikan dana untuk investasi. Hal ini dapat dijalani oleh bank selain bank syari’ah. Dengan demikian, beragamnya model transaksi tersebut menunjukan peluang besarnya aktiva yang dapat diproduktifkan. Sehubungan dengan kondisi aktiva produktif bank syari’ah dapat dibedakan menjadi beberapa macam diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Piutang penjualan (murabahah) dan sewa (ijarah)
2.      Investasi pada:
a)      Musyarakah
b)      Mudharabah
c)      Salam
d)     Istishna’
e)      Persediaan
f)       Aktiva yang disewakan.

Kualitas piutang penjualan (murabahah)dan sewa (ijarah)didasarkan pada kemampuan membayar, kondisi keuangan dan prospek usaha. Demikian juga kualitas investasi pada musyarakahdan mudharabah dapat didasarkan atas tingkat kesesuaian antara realisasi bagi hasil dengan proyeknya, kondisi keuangan dan prospek usaha. Dalam pembiayaan mudharabah, bank dapat menolak untuk menanggung risiko, bila ternyata diakibatkan oleh kesengajaan, kelalaian atau pelanggaran oleh nasabah sebagai mudharib. Berdasarkan hal tersebut, maka factor jaminan dalam pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan untuk menutup risiko tersebut.
Salam dan istishna’ adalah cara untuk memperoleh barang dengan membayar dimuka sedangkan barangnya akan diterima kemudian hari, dan bukan aktiva produktif. Oleh karena itu tidak dieprlukan perhitungan KAPnya. Sedangkan untuk masalah pencadangannya diatur dalam standar akuntansi sebagaimana unsur aktiva lain (seperti aktiva dalam proses). Demikian pula halnya dengan persediaan dan aktiva yang disewakan.