Analisis Kesehatan Bank
Syari’ah
Bank yang sehat adalah bank yang dapat
menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, bank yang sehat
adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat
menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas
pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai
kebijakannya, terutama kebijakan moneter.
Tujuan Analisis Kesehatan
Bank Syari’ah
Kekuatan mengenai tingkat kesehatan bank dimaksudkan
untuk dapat dipergunakan sebagai:
1. Tolak ukur bagi manajemen bank untuk menilai apakah
pengelolaan bank telah dilakukan sejalan dengan ketentuan-ketentuan yang
berlaku.
2. Tolak ukur untuk menetapkan arah pembinaan dan
pengembangan bank baik secara individual maupun industri perbankan secara
keseluruhan.
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Syariah
Tingkat
kesehatan bank pada dasarnya dinilai dengan pendekatan kualitatif dengan
mengadakan penilaian atas factor-faktor: permodalan (capital), kualitas aset
(asset quality), manajemen (management), rentabilitas (earning), likuiditas
(liquidity) dan sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk)
atau bisa disebut dengan metode CAMELS. Setiap factor yang dinilai terdiri dari
beberapa komponen, dimana masing-masing factor beserta komponennya diberikan
bobot yang besarnya disesuaikan dengan pengaruh terhadap kesehatan bank.
Secara umum, sistem penilaian perbankan islam
mempunyai objektifitas yang sama dengan perbankan konvensional, kecuali:
1) Peranan agency dalam pengukuran modal
2) Adanya variabel pendapatan aset
3) Kebutuhan dalam menggabungkan nilai islam dalam
manajemen dan kepatuhan terhadap kebijakan internal
4) Kebijakan harga
5) Prinsip distribusi nilai tambahan
6) Kemungkinan pergerakan pemindahan risiko sebagai hasil
pergerakan indikasi pasar.
Predikat
tingkat kesehatan bank yang sehat atau cukup sehat atau kurang sehat akan
diturunkan menjadi tidak sehat apabila terdapat :
• Perselisihan
interen yang diperkirakan akan menimbulkan kesulitan dalam bank yang
bersangkutan;
• Campur tangan
pihak-pihak di luar bank dalam kepengurusan (manajemen) bank, termasuk
didalamnya kerjasama yang tidak wajar yang mengakibatkan salah satu atau
beberapa kantornya berdiri sendiri;“window dressing” dalam pembukuan .
• Praktek “bank dalam
bank” atau melakukan usaha bank di luar pembukuan bank;
• Kesulitan keuangan
yang mengakibatkan penghentian sementara atau pengunduran diri dari
keikutsertaanya dalam kriling.
Penjelasan Metode CAMEL
1) Capital
Kekurangan
modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang.
Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah
karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk.
Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal
yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham
maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah
ditanamkan.
2) Assets Quality
Dalam
kondisi normal sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva
lain yang dapat menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga
jenis aktiva tersebut sering disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain,
aktiva produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta
asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan, penyertaan
modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi
rekening administratif.
3) Management
Manajemen
atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank.
Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank
mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank
diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya.
4) Earning
Salah
satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan
bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu
mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan
kerugian tersebut akan memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu
saja tidak dapat dikatakan sehat. Penilaian didasarkan kepada rentabilitas atau
earning suatu bank yaitu melihat kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba.
5) Liquidity
Penilaian
terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu Rasio
Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti dan rasio Kredit terhadap Dana
yang Diterima oleh Bank. Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah
selisih antara kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu
yang termasuk Dana yang Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro,
Deposito, dan Tabungan Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka
waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan
Pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat
berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.
Perbandingan Perbankan Syariah & Perbankan Konvensional
Perbandingan
sistem penilaian tingkat kesehatan bank: perbankan syariah dan perbankan
konvensional. Seperti dalam sistem konvensional, pembuatan sistem penilaian
digunakan sebagai salah satu dasar dalam pengawasan. Sistem penilaian perbankan
islam ini di implementasikan secara konprehensif . oleh karena itu, sistem
penilaian perbankan islam mungkin dapat menjalankan lebih luas dalam pengukuran
di bandingkan dengan perbankan konvensional. Sistem penilaian perbankan islam
mengandung kepatuhan prinsip syariah, mengatur konsep syariah kedalam alat
pengukuran dasar pengimplementasian aturan islam dalam manajemen.
Perbedaan
operasional perbankan islam dibandingkan dengan perbankan konvensional dalam
beberapa aspek antara lain:
a. Keseluruhan transaksi keuangan
harus sesuai dengan persetujuan syariah oleh pengawasan syariah yang melindungi
aspek hukum dan transaksi dan objek yang ditransaksi.
b. Perbedaan struktur keuangan
harus membutuhkan rasio keuangan yang berbeda dan metode-metode yang dapat mengukur
tingkat kesehatan.