MANAJEMEN LIKUIDITAS BANK SYARI’AH
Likuiditas adalah kemampuan suatu bank
atau suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. Sedangkan
pengertian manajemen likuiditas menurut beberapa pakar perbankan adalah sebagai
berikut :
• Duane B Graddy : ” Manajemen
likuiditas melibatkan perkiraan permintaan dana oleh masyarakat dan penyediaan
cadangan untuk memenuhi semua kebutuhan”
• Oliver G Wood: ”Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan kebutuhan dan penyediaan kas secara terus menerus baik kebutuhan jangka pendek atau musiman atau kebutuhan jangka panjang”
• Oliver G Wood: ”Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan kebutuhan dan penyediaan kas secara terus menerus baik kebutuhan jangka pendek atau musiman atau kebutuhan jangka panjang”
Instrumen Likuiditas Bank
Syari’ah
Untuk
mengatasi masalah likuiditas dalam dunia perbankan, baik itu bersifat kelebihan
likuiditas ataupun kekurangan likuiditas, maka banyak sekali cara yang bisa
digunakan. Ketika terjadi kelebihan likuiditas, pemerintah bisa mengatasinya
dengan cara menerbitkan surat berharga islami, baik itu seperti sukuk dan
lainnya. Selain itu juga, untuk mengatasi masalah likuiditas antar bank, maka
BI dan Perhimpunan Bank Umum Nasional (PERBENAS) bekerja sama membentuk pooling
fund, yang berfungsi sebagai wadah untuk penyimpanan dana bagi bank yang
kelebihan likuiditas serta tempat untuk meminjam dana bagi bank yang mengalami
kesulitan likuiditas.
Kunci yang harus dilakukan bank
agar senantiasa dapat tetap likuid adalah:
1. Memiliki Primary Reserve,
terdiri dari :
a. Giro pada Bank Sentral : Giro
Wajib Minimum (GWM)
b. Kas pada vault : Alat likuid ini berisi uang
tunai yang dipelihara oleh bank untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari.
c. Giro pada Bank lain : Rekening giro pada bank lain bertujuan untuk
melancarkan transaksi antar bank (transfer, inkaso, transaks L/C, dan
lain-lain)
d. Item-item uang tunai yang masih dalam proses inkaso : Alat likuid ini
terdiri dari cek bank sentral atau bank koresponden yang belum secara efektif
dikreditkan pada rekening bank pada bank sentral atau bank koresponden.
Tujuan
dari alat likuid yang termasuk ke dalam kategori primary reserve (cadangan
primer) adalah:
a. Memenuhi reserve requirement yang ditempatkan dalam bentuk Giro Wajib Minimum di Bank Indonesia.
b.
Memenuhi keperluan operasional bank sehari-hari.
c.
Penyelesaian kliring antar bank
d.
Memenuhi kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo.
2. Memiliki Secondary Reserve
Secondary
Reserve merupakan cadangan yang berfungsi sebagai penyangga Primary Reserve,
ditanam dalam bentuk investasi jangka pendek dan tetap current. Baik dalam
kondisi normal apalagi kondisi krisis atau pasar sedang ketat, bank-bank Islam yang berada di Bahrain ataupun
di kawasan timur tengah, maka kita akan melihat bahwa secondary reserve yang
mereka gunakan adalah berupa pembiayaan perdagangan seperti mudharaba dan
sukuk. Dan kebanyakan menggunakan jenjang waktu yang pendek (short term),
berkisar antara 7 hari sampai dengan 12 bulan .
Adapun cadangan sekunder berupa
surat-surat berharga bisa berupa:
a.
Sertifikat Wadiah Bank
Indonesia (SWBI)
b.
Surat Berharga Syariah
Negara (SBSN)
Jenis-jenis
sukuk yang banyak beredar di pasaran meliputi :
• Sukuk
ijarah yakni sukuk yang berdasarkan akad ijarah dimana satu pihak bertindak
sendiri atau dapat diwakili dalam menjual atau menyewakan hak manfaat atas
suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.
• Sukuk
mudharabah, yakni sukuk yang berdasarkan akad mudharabah dimana satu pihak
menyediakan modal dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian dan keuntungan
dari kerjasama tersebut akan dibagikan berdasarkan perjanjian yang telah
disepakati sebelumnya.
• Sukuk musyarakah, yakni sukuk berdasarkan akah musyarakah dimana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
• Sukuk istisna’, yakni sukuk berdasarkan akad istisna’ dimana pihak menyepakati jual beli dalam pembiayaan suatu proyek atau barang. Adapun harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi barang atau proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.
3. Mempunyai akses ke
pasar uang
Pasar uang yang dimaksudkan di sini
adalah pasar uang antar bank syariah dan pasar modal syariah.
a. Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) : Pasar Uang Antar Bank Syariah merupakan pasar bagi instrument keuangan jangka pendek (kurang dari 1 tahun)
b. Pasar Modal Syariah : Instrument di
pasar modal syariah saat ini meliputi saham yang masuk kategori Jakarta Islamic
Index, Sukuk, dan reksadana syariah.
c. Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek
bagi Bank Syariah (FPJPS) : FPJPS merupakan instrument terakhir untuk memenuhi
kebutuhan likuiditas bagi Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah setelah
terjadinya saldo giro negative dan tidak berhasilnya akses pasar uang syariah
untuk menutup kewajiban jangka pendek.
Pengelolaan Likuiditas dalam Bank Syari'ah
Dalam bank syariah manajemen likuiditas
secara konsep tidak jauh berbeda dengan manajemen bank konvensional. Baik itu dari segi tujuan dan resiko yang akan dihadapi oleh bank
syariah. Yang membedakan hanyalah pada akad yang digunakan ketika melakukan
kontrak.
Kewajiban Bank
syariah dalam mengelola likuiditasnya, karena
pengelolaan likuditas tersebut diperlukan untuk memenuhi kewajiban bank
terutama kewajiban jangka pendek. Namun demikian terdapat beberapa kendala
dalam pengelolaan likuiditas dalam Bank dengan berbasis Syariah (bank islam),
mengingat bank dengan berbasis syariah, produk-produknya masih dibilang baru,
seiring dengan usia berkembangnya bank syariah. Adapun kendala-kendala tersebut
antara lain yaitu:
a. Kurangnya akses
untuk memperoleh pendanaan jangka pendek;
b. Kurangnya
akses ke pasar uang sehingga bank syariah hanya dapat memelihara likuiditas
dalam bentuk kas
c. Kendala
operasional, kesulitan dalam mengendalikan likuiditasnya secara efisien,
sebagai contoh
Untuk
mengantisipasi masalah tersebut, ada beberapa pilihan yang kebanyakan dilakukan
oleh pengelola bank-bank Islam yang bersifat darurat yaitu:
a. Mengupayakan
dana di pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan
berbagai instrumen pasar uang yang tersedia di pasar uang
b. mengambil
bunga dan menggunakannya untuk tujuan sosial berdasarkan fatwa
c. menginvestasikan
dalam bentuk emas dan/atau logam mulia lainnya secara tunai dengan kontrak
berjangka
d. menyimpan dananya di bank
konvensional tanpa menerima bunga sebagai imbangan dari servis yang
diperolehnya.